Jumat, 24 Desember 2010

Pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran

I. PENDAHULUAN
Pendidikan dan Pelatihan jabatan PNS yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil (PP No.101/2000, Bab I pasal 1.
Dunia telah berubah. “Dewasa ini kita berada dalam kondisi yang kurang menggembirakan, dinamika perkembangan masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan dirasakan semakin cepat dan menyisakan berbagai persoalan yang kompleks”, demikian disampaikan Menteri Agama pada saat peresmian Gedung Pusdiklat. Persoalan yang dihadapi adalah tantangan dan persaingan yang semakin tajam serta derasnya arus informasi, tidak ada sekat pemisah belahan dunia. Dengan teknologi informasi, apa yang terjadi di belahan bumi barat dengan serta merta pada waktu bersamaan dapat diketahui dan diikuti peristiwa tersebut di belahan bumi bagian timur. Konsekuensinya sistem sosial dan nilai-nilai budaya suatu bangsa dengan cepat akan berpengaruh merambah bangsa lain tidak terkecuali bangsa Indonesia. Hal ini merupakan tantangan yang harus diantisipasi menyaring hal-hal yang positif dan bermakna untuk diambil manfaatnya dan menghindarkan nilai-nilai negatif yang merusak akhlaq maupun kepribadian dengan memperkokoh jati diri bangsa dan secara individu dengan memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dalam era informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri, kemajuan suatu bangsa dalam era informasi/ global sangat tergantung pada kemampuan masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas. Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Orang yang menguasai pengetahuan akan mampu bersaing dalam era global. Oleh karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Comunication Technologi (ICT) ke dalam semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global. Apa akibatnya? Negara yang telah maju dan mampu mengintegrasikan teknologi tersebut secara sistemik/ holistik, melompat jauh lebih maju. Beberapa contoh yang telah maju dan jauh meninggalkan diantaranya adalah Jepang, Cina, Korea Selatan dan Singapura. Sementara itu, negara-negara berkembang lain yang belum mampu mengintegrasikan teknologi tersebut secara komprehensif semakin jauh tertinggal. Kondisi seperti ini dinamakan kesenjangan digital (digital divide). Indonesia, perlu segera mengurangi kesenjangan digital ini dengan mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara sistemik untuk semua sektor pemerintahan seperti perdagangan/ bisnis, administrasi publik, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan tentunya juga pendidikan. Dalam artikel ini, penulis ingin mengupas masalah pengintegrasian TIK dalam proses pembelajaran di Balai Diklat, baik pembelajaran tatap muka secara fisik di dalam kelas (syncronus) maupun tidak langsung bertatap muka secara fisik (asyncronus) dalam diklat jarak jauh. Sementara itu, yang dimaksud dengan teknologi informasi dan komunikasi di sini meliputi teknologi cetak maupun non-cetak (seperti teknologi audio, audio-visual, multimedia, internet dan pembelajaran berbasis web).
Permasalahan yang penulis ingin coba bahas dalam artikel ini adalah
1) Mengapa TIK perlu diintegrasikan pada Pendidikan dan Pelatihan?
2) Bagaimanakah pengintegrasian TIK pada proses pembelajaran dalam Diklat Reguler dan Diklat Jarak Jauh (DJJ)

II. PENGINTEGRASIAN TIK DALAM PROSES PEMBELAJARAN
A. Urgensi
Jawabannya sangat berkaitan erat dengan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan. Tahun 2020 Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas (AFTA). Pada masa itu, masyarakat Indonesia harus memiliki ICT literacy yang mumpuni dan kemampuan menggunakannya untuk meningkatkan produktifitas. Pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan ICT literacy, membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan pada diri aparatur negara, guru dan siswa, disamping dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu sendiri.
UNESCO (2002) menyatakan bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran memiliki tiga tujuan utama:
1. Untuk membangun “knowledge-based society habits” seperti kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencarii dan mengelola informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan mengkomunikasikannya kepada orang lain
2. Untuk mengembangkan keterampilan menggunakan TIK (ICT literacy)
3. Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran
Hal ini karena secara teoretis TIK memainkan peran yang sangat luar biasa untuk mendukung terjadinya proses belajar yang :
Active; memungkinkan peserta diklat dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna. Penggunaan TIK seperti pembuatan presentasi dengan powerpoint, pelaporan dengan MsWord, browsing internet akan membuat peserta lebih aktif. Penggunaan TV-edukasi, radio akan membuat pembelajaran lebih menarik sehingga peserta akan lebih antusias dalam belajar.
Constructive; memungkinkan peserta diklat dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keingintahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya. Menurut teori belajar konstruktivis, satu prisip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Dengan penggunaan bermacam-macam TIK, masing-masing peserta diklat dapat mengeksplore pengetahuannya sesuai kemampuan dalam penguasaan TIK.
Collaborative; memungkinkan peserta diklat dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya. Peserta dengan keahlian masing-masing dalam bidang TIK akan memungkinkan terjadinya kolaborasi dan sharing kemampuannya dengan peserta yang lain.
Intentional; memungkinkan peserta diklat dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan penggunaan beragam TIK, peserta akan lebih mudah dalam memahami materi diklat dan mencapai tujuan pembelajaran.
Conversational; memungkinkan proses belajar secara inheren merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana peserta memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun di luar kediklatan, misalnya memakai mobile phone, chatting, dan webcham.
Contextualized; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan “problem-based atau case-based learning”. Pada abad digital ini, pembelajaran dengan mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran berarti membuat pembelajaran seperti kehidupan kekinian.
Reflective; memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
Dengan kata lain, TIK memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000). TIK memungkinkan pembelajaran disampaikan secara interaktif dan simulatif sehingga memungkinkan peserta diklat belajar secara aktif. TIK juga memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung meningkatkan ICT literacy” (Fryer, 2001).
Dari rencana pembelajaran di atas terlihat jelas bahwa melalui mata pelajaran atau mata diklat, secara tidak langsung ICT literacy peserta diklat berkembang. Disamping itu, dengan metode pembelajaran yang lebih bersifat konstruktif (contructivisme) secara tidak langsung keterampilan berpikir tingkat tinggi (seperti berpikir kritis, problem solving, dll.) dan keterampilan berkomunikasi dengan TIK pada diri peserta juga meningkat. Dengan kata lain, pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan pada diri peserta diklat. Jika pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dilakukan sejak saat ini, maka peserta diklat, baik tenaga teknis maupun administrasi, akan siap menjadi bagian dari masyarakat global pada masa diberlakukannya AFTA tahun 2020 mendatang. Penulis merasa bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran merupakan masalah yang urgen untuk mempersiapkan sumber daya manusia berbasis pengetahuan (knowledge-based human resources) yang sangat diperlukan di abad ke-21 ini.
Tidaklah heran kalau seorang futurolog, Eric Ashby (1972) seperti dikutip oleh Miarso (2004) menyatakan bahwa perkembangan TIK yang semakin mutakhir saat ini telah membawa revolusi pendidikan yang keempat. Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika digunakannya tulisan untuk keperluan pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio, televisi, komputer dan internet untuk pemerataan dan perluasan pendidikan.
B. Pengintegrasian TIK Pada Diklat Reguler
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan Pelatihan). Simanjuntak mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja.
Widyaiswara adalah orang yang diangkat sebagai pejabat fungsional oleh pejabat yang berwenang dengan tugas, tanggung jawab, wewenang untuk mendidik, mengajar dan atau melatih peserta diklat pada Lembaga Diklat Pemerintah.
Tujuan Adanya Diklat :
1. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika sesuai dengan kebutuhan instansi;
2. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan;
3. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat;
4. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada diklat :
Menurut Johanes Popu (www.e-psikologi.com, 2002) Analisis kebutuhan pelatihan, memberikan beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan.
2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat.
3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu.
4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan.
5. Memastikan bahwa penurunan kinerja/kurangnya kompetensi atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.


Agar program pelatihan dan pengembangan dapat berhasil baik maka harus diperhatikan delapan faktor sebagai berikut (Dale Yorder dalam Moh. Asad 1987):
1. Individual differences
Sebuah program diklat akan berhasil jika kita memperhatikan individual diference para peserta diklat. Perbedaan individu meliputi faktor fisik maupun psikis. Oleh karena itu dalam perencanaan program diklat harus memperhatikan faktor fisik seperti bentuk dan komposisi tubuh, dan fisik, kemampuan panca indera maupun faktor psikis seperti intelegensi, bakat, minat , kepribadian, motivasi , pendidikan para peserta diklat. Keberhasilan program diklat sangat ditentukan oleh pemahaman karakteristik peserta diklat terkait dengan individual difference.

2. Relation to Job analisis
Untuk memberikan program diklat terlebih dahulu harus diketahui keahlian yang dibutuhkan. Dengan demikian program diklat dapat diarahkan atau ditujukan untuk mencapai keahlian tersebut. Suatu program diklat yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja pada keahlian tertentu akan merugikan semua pihak baik masyarakat , industri maupun lembaga penyelenggara diklat itu sendiri.

3. Motivation
Motivasi adalah suatu usaha menimbulkan dorongan untuk melakukan tugas. Sehubungan dengan itu ,program diklat sebaiknya dibuat sedemikian rupa gara dapat menimbulkan motivasi bagi peserta. Penumbuhan motivasi itu sangat pentng sehingga mampu mendoromng peserta untuk mengikuti program diklat dengan baik dan mampu memberikan harapan lebih baik dibidang pekerjaan setelah berhasil menyelesaikan program diklat .

4. Active participation
Didalam pelaksanaan program diklat harus diupayakan keaktifan peserta didalam setiap materi yang diajarkan. Pemilihan materi dan strategi pembelajaran yang tepat oleh para trainer sangat menentukan keberhasilan. Pemberian umpan balik kepada peserta pada setiap komunikasi maupun evaluasi akan semakin mengembangkan motivasi dan pengetahuan yang diperoleh. Penyusunan materi(kurikulum) yang berbasis kompetensi maupun berbasis luas dengan pengembangan aspek kecakapan hidup peserta menjadi kekuatan untuk menarik perhatian dan minat peserta diklat.

5. Selection of trainess
Program diklat sebaiknya ditujukan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk dpat mengikuti program diklat. Oleh karena ini sangan pentingan dilakukan proses seleksi untuk pelaksanaan program dilakukan. Berbagai macam tes seleksi dapat dilakukan misalnya test potensi akademik. Disampin itu adanya seleksi juga merupakan faktor perangsang untuk meningkatkan image peserta maupun penyelenggara diklat.

6. Selection of trainer
Pemilihan pemateri/pengajar untuk penyampaian materi diklat harus disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan dan kemampuan mengajar. Seorang trainer yang cakap belum tentu dapat berhasil menyampaikan kepandaiannya kepada orang lain. Oleh karena itu pengajar program diklat harus memiliki kualifikasi dalam bidang pengajaran dan mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dengan memeprhatikan individual difference peserta diklat.

7. Trainer training
Kompetensi trainer juga perlu ditingkatakan.Untuk itu mengingat trainer menjadi ujung tombak dalam keberhasilan program diklat maka sebelum mengemban tanggung jawab untuk memberkan pelatihan maka para trainer harus diberikan pendidikan sebagai pelatih.

8. Training methods
Metode yang digunakan dalam program diklat harus sesuai dengan jenis diklat yang diberikan.
Strategi pembelajaran menjadi senjata utama dalam keberhasilan program diklat.
Berdasarkan analisis kebutuhan diklat sebagai sarana pengenalan pelanggan dan pengetahuan tentang faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan program diklat maka dapat dijadikan dasar penyusunan standar pelayanan (excelen service) di lembaga pendidikan dan pelatihan.

Secara sederhana, mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) ke dalam proses pembelajaran sama maknanya dengan menggunakan TIK untuk belajar (using ICT to learn) sebagai lawan dari belajar menggunakan TIK (learning to use ICT). Belajar menggunakan TIK mengandung makna bahwa TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran. Sebenarnya, UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam pembelajaran kedalam empat tahap sebagai berikut:
Tahap emerging, baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran). Pada tahap integrating, TIK telah diintegrasikan ke dalam kurikulum (pembelajaran). Tahap transforming merupakan tahap yang paling ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/ evolusi pendidikan. TIK diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional purpose) maupun untuk administrasi (administrational purpose).
Apa yang terjadi dalam praktek pembelajaran di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, TIK masih dijadikan sebagai obyek atau mata pelajaran. Sebagian besar, TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran di sekolah-sekolah maupun diklat-diklat pemerintah, misalnya pengenalan MSWord, exel, pembuatan powerpoint, membuat email, cara chatting. Secara ideal, kondisi yang seharusnya terjadi adalah TIK sudah diintegrasikan dalam proses pembelajaran.
Tabel 1: Contoh Rencana Pembelajaran dengan mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran pada Diklat Reguler
Mata Diklat Pembinaan Mental PNS
Topik Pemberdayaan diri
Tujuan Pembelajaran Peserta diharapkan dapat:
Meningkatkan kinerja dan prestasi kerja
Mengatasi berbagai masalah fisik dan emosi
Petunjuk Kegiatan dan Penggunaan ICT Diskusi kelompok “Bagaimana langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja dan prestasi kerja?
Presentasi kelompok di depan kelas menggunakan Power Point
Widyaiswara (WI) memberi penguatan bagaimana cara meningkatkan kinerja dan prestasi kerja melalui “Seven Steps to Peak Performance” dari SEFT
WI menjelaskan teknik terapi SEFT dalam mengatasi masalah fisik dan emosi.
Peserta mempraktekkan teknik yang telah dijelaskan
Peserta diminta untuk membuka situs internet http://www.logos-institute.com
Diskusi kelas tentang apa yang telah didapatkan dari situs tersebut
WI meminta kepada peserta untuk melaporkan hasil dari praktek mereka di daerah masing-masing kepada WI melalui email.
Rencana pembelajaran di atas menunjukkan secara jelas bahwa melalui pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran, selain tujuan pembelajaran tercapai ada suatu agenda terselubung (hidden agenda) penting yang dapat dicapai pula, yaitu ICT literacy, seperti peserta diklat dapat melakukan browsing informasi melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail, membuat laporan dengan aplikasi pengolah kata (MsWord), atau mempresentasikan sesuatu dengan program Power Point. Inilah yang dimaksud dengan mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran.
Fryer (2001) mengatakan bahwa penggunaan TIK dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan menggunakan TIK dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah. Jadi, sudah saatnya TIK diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi mata pelajaran yang terpisah.
C. Pengintegrasian TIK Dalam Diklat Jarak Jauh (DJJ)
Skenario pembelajaran yang mungkin bisa dilaksanakan dalam DJJ di Kemenag adalah:
1. Belajar mandiri secara individu, artinya peserta diklat akan mempelajari bahan belajar kapan saja dan dimana saja sesuai dengan kondisi dan kecepatan belajarnya sendiri. Media pembelajaran apa yang akan peserta diklat gunakan? Dalam hal ini media belajar utamanya adalah modul cetak, dimana mereka bisa mempelajarinya dimana saja dan kapan saja. Kemudian ditunjang dengan media pembelajaran online melalui web, dimana bahan belajar (baik berbasis teks (seperti pdf, doc, ppt, dll) maupun berbasis multimedia (flash animation, streaming video, dll) disimpan dalam web diklat sehingga peserta diklat dapat mempelajarinya kapan saja, tapi di tempat tertentu, yaitu di BDK, Madrasah Tsanawiya atau Madrasah Aliyah Induk terdekat sebagai pusat belajar (learning center) atau pusat akses (access point/ warnet).
2. Belajar Mandiri secara Kelompok, artinya peserta diklat secara kelompok akan mempelajari bahan belajar kapan saja dan dimana saja sesuai dengan waktu, tempat dan agenda yang akan mereka pelajari bersama. Namun hal ini kemungkinan sulit dilaksanakan jika peserta yang terjaring dalam DJJ ternyata mempunyai rumah yang sangat berjauhan, mungkin berbeda kabupaten/kota. Sudah tentu belajar mandiri secara kelompok baru dapat dilaksanakan dengan lebih intens jika peserta yang ikut DJJ bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan.
3. Tutorial Terjadwal; pada waktu-waktu tertentu, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya oleh penyelenggara (Balai Diklat Keagamaan), peserta diklat mengikuti tutorial langsung dengan instruktur/Widyaiswara. Menurut scenario yang diusulkan oleh pihak Pustekom, bentuk tutorial utamanya adalah menggunakan tutorial tatap muka. Artinya, peserta diklat bertemu muka langsung dengan WI pada saat tertentu yang lebih bersifat problem solving, atau pemecahan masalah, praktek, dll). Bentuk tutorial kedua yang diusulkan adalah tutorial elektronik.
Alat komunikasi (communication tools) yang dapat digunakan sangat bervariasi. Bisa dipilih dan ditentukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Alat komunikasi tersebut antara lain adalah: (1) secara sinkronous (real time) dapat menggunakan telpon (telpon rumah, HP), konferensi video dua arah (webcham), siaran televisi satu arah (tanya jawab bisa dilakukan via telpon), text-based conference (chatting menggunakan messenger tools seperti Yahoo Messenger, Face Book), dan tutorial elektronik secara asinkronous (tidak real time), dengan cara atau melalui e-mail, milist, dll. Masih menurut pihak Pustekom, pertemuan peserta diklat dengan widyaiswara/BDK minimal dilaksanakan tiga kali dalam masa DJJ. Pertemuan pertama, peserta diklat datang ke BDK untuk pendaftaran, diberi modul, diajari tentang program pembelajaran melalui web, yaitu program Moodle. Jika masih ada peserta yang belum familier dengan chatting, pertemuan melalui webcham, dll, maka perlu juga diajarkan.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada paruh setengah massa kediklatan (bulan ketiga), agendanya adalah seperti yang telah dijelaskan di atas, yaitu peserta diklat bertemu muka langsung dengan WI untuk membahas hal yang lebih bersifat problem solving, atau pemecahan masalah, praktek, dll. Sedangkan pertemuan ketiga adalah ujian tulis secara langsung di BDK. Ujian dilaksanakan dua cara, yaitu secara online yang akan dijadwalkan oleh widyaiswara /BDK dan ujian offline bertempat di BDK. Menurut penulis pertemuan tiga kali secara langsung (sinkronous) terasa terlalu memberatkan beban pekerjaan bagi peserta maupun widyaiswara/BDK, demikian juga dengan beban anggaran untuk dana transport peserta diklat. Pertemuan maksimal dua kali secara sinkronous, penulis rasa sudah cukup karena jika ada permasalahan atau peserta menyakan sesuatu menyangkut materi diklat maupun lainnya, bisa melalui forum diskusi yang sudah tersedia di aplikasi LMS (moodle). Pertemuan dua kali dilaksanakan pada awal program dan akhir program saja. Apabila memungkinkan selama masa kediklatan DJJ bisa hanya melaksanakan satu kali pertemuan langsung (sinkronous) atau bahkan tanpa pertemuan langsung. Hal ini tergantung kesiapan peserta maupun BDK. Jika peserta yang terjaring dalam DJJ ternyata mempunyai kompetensi dalam ICT, mereka cukup mendaftar langsung lewat internet, system evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi mandiri (self-assement).
Pertemuan satu kali secara sinkronous dilakukan hanya pada awal program, dengan memberikan pengarahan dan pengenalan aplikasi LMS serta pemberian modul atau pertemuan sinkronous hanya pada akhir program untuk penutupan program, pemberian sertifikat diklat serta penyelesaian adminitrasi. Jika penyelesaian administrasi bisa dilaksanakan tanpa peserta harus datang langsung ke BDK, maka selama masa DJJ tidak menutup kemungkinan tidak perlu ada pertemuan secara sinkronous. Uang transport/akomodasi, dll untuk peserta bisa melalui rekening, sedangkan tanda-tangan dan sertifikat bisa melalui jasa pos.




KESIMPULAN
1. Pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran sangat penting karena berkaitan erat dalam mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society). Penggunaan TIK dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan menggunakan TIK dengan cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah.
2. Pengintegrasian TIK dalam Diklat Reguler dengan cara membuat skenario pembelajaran yang menunjukkan secara jelas bahwa melalui pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran, disamping tujuan pembelajaran tercapai ada suatu agenda terselubung (hidden agenda) penting yang dapat dicapai pula, yaitu ICT Literacy, seperti peserta diklat dapat melakukan browsing informasi melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail, membuat laporan dengan aplikasi pengolah kata (MsWord), atau mempresentasikan sesuatu dengan PowerPoint, dan lain-lain. Pengintegrasian TIK dalam Diklat Jarak Jauh (DJJ) dengan cara membuat skenario pembelajaran, yang hampir sama dengan Diklat Reguler, tapi lebih banyak pada komunikasi dan pemberian tugas melalui Learning Managemen System (LMS) dengan program Moodle, chatting, dan teleconference.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar